“Tingkatkan  Pengetahuan dan Ketrampilan, Terangi Peta Jalan (Road Map) dalam Penanganan Kekerasan terhadap Anak”

Ada banyak alasan penting mengapa anak-anak perlu dilindungi? Sebagai individu yang masih dalam tahap perkembangan fisik, mental, dan emosional, mereka memiliki kerentanan yang lebih besar dibandingkan orang dewasa.

Tinjauan urgensi perlindungan anak dari berbagai aspek : Dari segi fisik, Anak-anak belum memiliki kekuatan fisik dan kemampuan untuk membela diri seperti orang dewasa. Mereka lebih rentan terhadap kekerasan fisik, pelecehan, dan eksploitasi. Perlindungan memastikan mereka tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terhindar dari bahaya fisik. Dari segi ketergantungan, Anak-anak sepenuhnya bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Perlindungan memastikan kebutuhan ini terpenuhi dan mereka tidak terlantar atau diabaikan.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika Ata, sebagai Fasilitator Pertama pada Pelatihan Teknis Pelatih Penyedia Layanan Perlindungan Anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, di Sotis Ballroom Sotis Hotel, Senin, 19 Mei 2025.

Veronika Ata, dalam materinya yang berjudul : Konsep dan Jaminan Hak Perlindungan Anak, mengatakan : “Pada aspek perkembangan Kognitif dan Emosional, Otak dan Sistem emosional anak-anak masih berkembang. Pengalaman negatif seperti kekerasan, penelantaran, atau trauma dapat berdampak buruk pada perkembangan kognitif, emosional, dan sosial mereka dalam jangka panjang. Lingkungan yang aman dan suportif penting untuk perkembangan yang sehat”, jelas Tory sapaan akrab dari Veronika Ata, kepada 22 (dua puluh dua) peserta pelatihan, yang sebelumnya telah mengikuti sesi Perkenalan dan Bina Suasana, yang dipandu oleh Cendy Adam, sebagai Fasilitator yang juga adalah Konsultan Unicef NTB-NTT.

Tory menambahkan pada Pengalaman dan Pemahaman: Anak-anak belum memiliki pengalaman hidup dan pemahaman yang cukup untuk mengenali dan menghindari situasi berbahaya atau eksploitatif. Perlindungan membantu membimbing mereka dan menjauhkan mereka dari potensi bahaya.

“Perlindungan anak memiliki arti yang luas yang mencakup perlindungan semua hak anak meliputi hak kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta partisipasi. Ini berarti bahwa anak-anak dalam pemenuhan hak-haknya tersebut harus dilindungi. Perlindungan harus menjadi ”mainstream” untuk sektor-sektor kesehatan, pendidikan, dan seterusnya” lanjut Tory.

Sementara di itu ,di hari pertama pelaksanaan pelatihan, tampil para Fasilitator, masing-masing : Perwakilan LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) : Dani Manu, yang menyajikan materi tentang : Bentuk Kekerasan dan Layanan Perlindungan Anak, Japlina E. B. Lay, Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Perlindungan Khusus Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTT, menyajikan materi tentang : Pengasuhan dan Pendekatan Ekologi Perlindungan Anak bersama Peksos Dinas Sosial Kota Kupang : Fridolin Luru.

“Konvensi Hak Anak (KHA) yang diratifikasi Indonesia melalui Keppres No. 36 Tahun 1990 menjadi dasar perlindungan anak dari kekerasan, penelantaran, eksploitasi, dan kejahatan dalam berbagai setting. Empat prinsip utama KHA: Non-Diskriminasi (Pasal 2) – Setiap anak berhak atas semua hak tanpa diskriminasi, Kepentingan Terbaik Anak (Pasal 3) – Semua keputusan harus mengutamakan kepentingan terbaik anak, Hak untuk Hidup, Tumbuh, dan Berkembang (Pasal 6) – Anak berhak hidup dan berkembang secara optimal, Partisipasi Anak (Pasal 12) – Anak berhak menyatakan pendapat dan didengar sesuai usia dan kematangan”, ungkap Dani Manu.

Dani Manu mengatakan bahwa tindakan kekerasan pada anak yang akan meninggalkan rasa tidak nyaman dan dampak psikologisnya. Kekerasan terhadap anak ini dilukiskan dengan berbagai bentuk, antara lain: seksual, fisik, emosional/psikis, dan ekonomi. Tindak kekerasan terhadap anak seringkali dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat dipercaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, guru, dan pendamping.

Bentuk – bentuk tindak kekerasan pada anak seperti : Tindak Kekerasan Fisik, Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat pada fisik anak, sangat mengganggu pertumbuhan psikis dan fisik dari anak-anak”, ungkap Dani Manu.

Ia menambahkan bahwa Tindak Kekerasan Seksual. Tindakan ini mencakup perkosaan, pencabulan/pelecehan seksual, atau bentuk-bentuk lainnya yang berkenaan dengan kegiatan seksual mis; pencabulan, dll, Tindakan Kekerasan Psikis, Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada anak, seperti: menghina, menyekap, menghambat pembicaraan, dsb, Tindakan Kekerasan Ekonomi, kekerasan dengan cara memanfaatkan potensi yang dimiliki anak untuk keuntungan dan kepentingan pribadi dan/atau kepentingan orang lain diantaranya tidak memberikan pemeliharaan dan pendidikan yang sewajarnya bagi anak, Penelantaran Anak, tindakan segaja atau tidak sengaja yang mengakibatkan tidak terpenuhi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual (World Health Organization), Kekerasan yang diakibatkan oleh tradisi/adat, kekerasan yang bersumber pada praktik-praktik budaya dan interpretasi ajaran agama yang salah sehingga anak ditempatkan pada posisi sebagai milik orang tua atau komunitas, Kekerasan lain seperti: Perlakuan Kejam, Tindakan Pelecehan Ketidakadilan yakni keberpihakan antara satu anak dan lainnya,  pemaksaan di mana anak disuruh melakukan sedemikian rupa sehingga anak melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendaknya sendiri.

Sementara itu Jablina Lay dan Fridolin Luru yang tampil sebagai pemateri terakhir, di hari pertama pelaksanaan pelatihan mengatakan : “Pencegahan keterpisahan anak dari keluarga harus selalu menjadi tujuan utama dalam penyelenggaran pelayanan untuk anak-anak, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Alasan seperti ekonomi, pendidikan dan kemiskinan tidak boleh menjadi alasan utama bagi pemisahan anak dari keluarga dan penempatan anak dalam panti asuhan”, jelas Eka, sapaan akrab dari Jablina Lay.

Ia menambahkan bahwa pengasuhan alternatif merupakan pengasuhan berbasis keluarga pengganti atau panti yang dilaksanakan oleh pihak-pihak di luar keluarga inti atau kerabat anak. Pengasuhan alternatif bisa dilakukan melalui sistem orang tua asuh / foster care, perwalian, pengangkatan anak, dan pada pilihan terakhir adalah pengasuhan berbasis lembaga seperti panti asuhan.

Anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif adalah anak yang berada pada situasi sebagai berikut: 1) Keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan tanggung jawab terhadap anaknya; 2) Anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau kerabat tidak diketahui; 3) Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteran mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan kepentingan terbaik anak. 4) Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial maupun bencana alam”, urai Eka Lay didampingi oleh Ido, sapaan dari Fridolin Luru.

Kegiatan pelatihan diselingi dengamn diskusi bedah kasus secara berkelompok,  analisa kasus melalui  tayangan video, permainan simulasi, dan role play.

“Perkuat Kolaborasi, Ciptakan Sistem Perlindungan Anak yang lebih Kuat, Tangguh, Sigap dan Responsif  didukung SDM Berkualitas”

Hadir sebagai peserta pelatihan adalah dari lima wilayah fokus, masing-masing :  Kota Kupang, TTS, Sikka, Manggarai, dan Sumba Barat Daya, juga peserta dari  Dinas Sosial Provinsi NTT, Dinas P dan K Provinsi NTT, DP3A Kota Kupang, Dinas Sosial Kota Kupang, DP3AP2KB Kabupaten Kupang, Perwakilan Guru dari SMA Negeri I Kupang dan SMA Negeri 6 Kupang, Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, LPA Provinsi NTT, Sentra Effat Kemensos di Naibonat Kabupaten Kupang, LBH APIK, dan Rumah Harapan GMIT dan Rumah Perempuan. 

“Ayo Bangun NTT. Salam BERLIAN – Bersama Lindungi Anak”

#kemenpppaRI
#deputipemenuhanhakanak
#deputibidangperlindungankhususanak
#deputibidangperlindunganhakperempuan
#dp3ap2kbprovinsintt
#dinassosialprovinsintt
#bidangpemenuhanhakanak
#bidangperlindungankhususanak
#bidangperlindunganperempuan
#unicef
#perlindungankhususanakkorbanbencana
#ayobangunntt
#menujuindonesiaemas
#MC_F@T
Bagikan kepada..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *