Melalui dukungan langsung, sistem dukungan lokal, dan/atau rujukan sesuai dengan tujuan pelayanan, maka Tujuan manajemen kasus adalah sebagai berikut : Memastikan anak dan keluarga terpenuhi kebutuhan dasar-dasarnya sesuai dengan hak-hak mereka, Memfasilitasi pelayanan terpadu untuk anak dan keluarga, Menciptakan dan meningkatkan dukungan lingkungan sosial anak dan keluarga dalam mengatasi permasalahan yang dialami, Meningkatkan kerjasama antar pemangku kepentingan perlindungan anak guna memberikan pelayanan yang optimal bagi anak dan keluarga serta komunitas lainnya dan Memberikan input bagi perumusan kebijakan perlindungan anak
Dan Manajemen kasus pun memiliki dua komponen utama yakni komponen proses dan komponen sistem. Terdapat tiga tingkatan peran dalam manajemen kasus yakni manajer kasus, supervisor, dan case worker/pendamping”.
Demikian dijelaskan oleh France Abednego Tiran selaku Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, saat tampil selaku fasilitator didampingi Co-Fasilitator : Dynita Sihite, pada kegiatan Hari Kedua Pelatihan Teknis Pelatih Penyedia Layanan Perlindungan Anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, di Sotis Ballroom Sotis Hotel, Selasa, 20 Mei 2025.
Dalam materi yang berjudul Manajemen Kasus untuk Perlindungan Anak, France Tiran ini mengatakan : “Proses manajemen kasus terdiri atas: idenifikasi masalah / proses awal, asesmen, penyusunan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi, evaluasi, dan terminasi.
Selanjutnya, pada penyajian materi : Identifikasi Kasus-kasus Perlindungan Anak, yang disampaikan oleh Kepala Seksi Pengaduan UPTD PPA DP3AP2KB Provinsi NTT, Jefry H. Aryandra, dan Pekerja Sosiak (Peksos) Dinas Sosial Kota Kupang, Fridolin Luruk, mengatakan : “Identifikasi masalah/proses awal merupakan kesempatan bagi petugas pemberi layanan untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap calon klien dan melakukan kontrak layanan secara profesional”, ungkap Jefry Aryandra
Ia mengatakan juga bahwa Pada proses ini pun petugas pemberi layanan telah memperoleh informasi awal mengenai permasalahan klien, dengan menempuh sembilan langkah.
“Petugas pemberi layanan dapat melakukan kunjungan rumah dalam melakukan identifikasi masalah sebagai proses awal”, kata Jefry.
Pada sesi ketiga di Hari Kedua pelaksanaan pelatihan, tampil dua fasilitator : Dynite Sihite bersama Co-Fasilitator : Visky Veronika, menyajikan materi berjudul : Assesmen Anak dalam Manajemen Kasus, mengatakan : “Asesmen bertujuan untuk mengungkapkan dan memahami permasalahan, kebutuhan, dan potensi yang dimiliki klien guna menyusun rencana dan tindakan yang tepat. Asesmen tidak hanya berupa kegiatan pengumpulan informasi, melainkan mencakup kegiatan analisis dan penilaian motivasi, kapasitas, dan peluang yang dimiliki oleh klien dan keluarga, hingga pengambilan keputusan”, kata Dian, panggilan akrab dari Dynite Sihite.
Ia katakan selanjutnya : “Berbagai alat asesmen yang telah kita praktikan sebelumnya pada dasarnya tidak akan berjalan mulus tanpa ada kemampuan komunikasi yang baik antara kita dengan klien/keluarga. Selain menggunakan alat-alat asesmen tersebut, dalam proses asesmen kita pun harus melibatkan profesi lain dan melakukan triangulasi” ujarnya.
Visky menambahkan bahwa Triangulasi berarti Case Worker/Pendamping harus menanyakan kembali informasi yang telah diperoleh kepada sumber informasi yang berbeda (misalnya: setelah kepada klien, tanyakan kembali informasi tersebut kepada keluarga klien), menutup materi sesi ketiga, Dian manyatakan : “Teknik-teknik yang berbeda (misalnya: disamping menggunakan teknik wawancara, gunakan pula pengamatan dan mempelajari dokumen/laporan-laporan terkait), dan waktu yang berbeda (misalnya: ditanyakan ketika klien berada di dalam panti, tanyakan kembali ketika klien berada setelah keluar dari panti)”, pungkasnya.
Sesi keempat, materi dengan judul : Penyusunan Rencana Intervensi, disajikan oleh Fasilitator Fridolin Luruk dan Jefry H. Aryandra.
“Rencana intervensi adalah proses kognitif untuk menentukan sejumlah tindakan untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Penyusunan rencana intervensi harus memenuhi indikator SMART yang berarti, Specific, Measurable, Attainable, Realistic dan Time Bound”, kata Jefry diselingi diskusi kelompok untuk mengajak setiap peserta dapat mengemukakan ide sehubungan dengan rencana intervensi terhadap kasus yang dialami oleh client.
Diakhir sesi keempat, Ido menambahkan terdapat tiga bentuk pertemuan yang dapat dilakukan saat menyusun rencana intervensi, yaitu konferensi kasus, pertemuan keluarga dan konferensi keluarga/FGC.
Sesi terakhir di hari kedua pelatihan, disajikan kepada peserta materi dengan judul : Pelaksanaan Intervensi, Monev, dan Terminasi, dengan Fasilitator : Jefry H. Aryandra.
“Pelaksanaan intervensi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi yang sudah dirumuskan dan dilakukan selaras dengan hasil asesmen sebelumnya. Intervensi berorientasi pada kegiatan untuk mendorong perubahan individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan maupun perubahan yang terjadi dapat dievaluasi dan diukur tingkat keberhasilannya” jelas Jefry.
Ia menambahkan bahwa sesuai dengan asesmen dan konteks manajemen kasus yang menggabungkan tingkat mikro, meso dan makro, maka intervensi juga dapat dikategorikan menurut pendekatan mikro, meso dan makro.
“Intervensi mikro merupakan pelayanan atau bantuan langsung kepada anak dan keluarga untuk kasus demi kasus; Intervensi meso merupakan pelayanan atau bantuan bagi keluarga dan kelompok kecil dalam lingkungan kehidupan anak. Sedangkan intervensi makro mengupayakan perbaikan dan perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat untuk mendukung klien dan mencegah terulangnya kasus yang sama”, urai Jefry.
Di akhir presentasi, Jefry mengatakan : “Monitoring dan evaluasi adalah upaya untuk mengetahui keberhasilan dari pelaksanaan intervensi. Indikator utama dalam monitoring evaluasi antara lain keselamatan, permanensi dan kesejahteraan”, pungkasnya. .
Kegiatan pelatihan masih diselingi dengan diskusi bedah kasus secara berkelompok, analisa kasus melalui tayangan video, permainan simulasi, dan role play.
Hadir sebagai peserta pelatihan adalah dari lima wilayah fokus, masing-masing : Kota Kupang, TTS, Sikka, Manggarai, dan Sumba Barat Daya, juga peserta dari Dinas Sosial Provinsi NTT, Dinas P dan K Provinsi NTT, DP3A Kota Kupang, Dinas Sosial Kota Kupang, DP3AP2KB Kabupaten Kupang, Perwakilan Guru dari SMA Negeri I Kupang dan SMA Negeri 6 Kupang, Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, LPA Provinsi NTT, Sentra Effat Kemensos di Naibonat Kabupaten Kupang, LBH APIK, Rumah Harapan GMIT dan Rumah Perempuan.
Perkuat Kolaborasi, Ciptakan Sistem Perlindungan Anak yang lebih Kuat, Tangguh, Sigap dan Responsif didukung SDM Berkualitas”
“Ayo Bangun NTT. Salam BERLIAN – Bersama Lindungi Anak”
#kemenpppaRI
#deputipemenuhanhakanak
#deputibidangperlindungankhususanak
#deputibidangperlindunganhakperempuan
#dp3ap2kbprovinsintt
#dinassosialprovinsintt
#bidangpemenuhanhakanak
#bidangperlindungankhususanak
#bidangperlindunganperempuan
#unicef
#perlindungankhususanakkorbanbencana
#ayobangunntt
#menujuindonesiaemas
#MC_F@T